games

Jumat, 17 Januari 2014

profesi radiografer

Sebenarnya, bagi mahasiswa maupun alumni Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi (atau disingkat Jur.TRO) baik instansi Depkes ataupun Jur. TRO Swasta, pasti mengetahui akan jadi apakah mereka setelah lulus. akan menjadi Radiografer, atau mempunyai rencana lain entah melanjutkan kuliah lebih tinggi atau malah yang lebih 'ekstrem' berpindah haluan ke jurusan lain saat ingin kuliah lagi entah mungkin karena sudah berkenalan dengan radiasi selama 3 tahun di perkuliahan atau memang dari awal bukan radiografer lah tujuan awalnya hanya sebagai batu loncat. atau memang ada faktor lain ?entalah .

Mungkin bagi calon mahasiswa atau masyarakat umum lainnya, belum tentu tahu. apa  Radiografer , kerjanya aja mereka belum tentu tahu ngapain maksudnya. . He..he.he… Tetapi kalau “ Tukang Rontgen” mungkin banyak orang yang sudah tahu.



Dan memang Seorang radiographer tidak bisa dilepaskan dari istilah “Tukang Rontgen”, karena pekerjaan pokok radiografer adalah membuat radiograf (foto rontgen), sesuai permintaan dokter untuk menghasilkan diagnosa yang tepat terhadap penyakit/klinis yang diderita pasien.

Seorang radiografer harus lebih dari sekedar tukang rontgen. Seorang radiografer harus bisa menganalisa hasil radiograf yang dihasilkan dari segi kualitas gambaran/ bukan diagnosa klinis. Radiografer juga harus bisa menganalisa kualitas gambaran sebelum gambar itu terbentuk, jadi seorang radiografer harus memperhitungkan faktor-faktor apa saja yang akan membuat hasil gambaran radiografi akan sesuai dengan permintaan dokter dan klinis pasien, sehingga tidak ada istilah ”Coba-Coba”. Karena disini kita memakai radiasi pengion yaitu X-Ray, yang sedikit banyaknya akan menimbulkan efek terhadap pasien maupun radiografer itu sendiri. Jadi seorang radiografer diwajibkan meminimalisasi kesalahan terhadap proses pemeriksaan.

Jika ketentuan-ketentuan tersebut dipenuhi, maka akan terbentuklah seorang radiografer yang handal, kompeten, dan profesional. Mengapa ketentuan tersebut harus dipenuhi ??? Karena ketentuan tersebut akan berdampak pada NILAI JUAL radiografer itu sendiri.

Mahasiswa lulusan D3 jur. TRO dianggap sudah mampu untuk melakukan pemeriksaan radiografi konvensional dan kontras. Untuk bisa bekerja dan diakui status radiografer. Mereka diwajibkan untuk membuat Surat Ijin Radiografer (SIR) melalui Pengurus Daerah PARI (Persatuan Ahli Radiografi Indonesia). Dan juga Surat Ijin Kerja Radiografer (SIKR). Setelah kelengkapan administrasi tersebut sudah siap, barulah mereka dapat bekerja sebagai radiografer yang profesional dan kompeten. Agar bisa melakukan pekerjaan radiografi yang lebih advance (seperti; CT Scan, MRI, Kedokteran Nuklir, Radioterapi, USG), mereka harus mengikuti pelatihan lanjut dan atau melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Untuk sementara di Indonesia jenjang pendidikan tertinggi radiodiagnostik adalah Program D4 Teknik Radiologi, sekarang baru ada di Pol;iteknik Kesehatan Depkes Jakarta II dan Politeknik Kesehatan Depkes Semarang.

Makin banyak kemampuan seorang radiografer, maka radiografer tersebut dianggap semakin kompeten dan berhak melakukan pemeriksaan radiografi yang lebih advance, dengan sendirinya juga akan menaikkan NILAI JUAL radiografer itu.

Radiografer bisa bekerja di semua instansi kesehatan yang memiliki sarana penunjang pemeriksaan Radiologi, seperti Rumah Sakit Pemerintah Maupun Swasta, klinik kesehatan, Klinik Cek up tenaga kerja, dll.

Bagaimana dengan Gaji/penghasilan yang didapat oleh radiografer?? Nah.. disinilai Nilai Jual radiografer berperan, semakin tinggi Nilai Jual radiografer, maka mereka bisa meminta gaji/penghasilan yang tinggi terhadap Rumah Sakit, Jika memang sesuai biasanya RS akan menyanggupinya. Dan juga sebaliknya, bagi radiografer yang baru (Nilai Jualnya rendah) juga harus tahu diri dengan meminta gaji yang sesuai dengan keahlian mereka.

Untuk Standar Rumah Sakit (RS) biasanya radiografer baru akan mendapat gaji sekitar 1,5 juta hingga 2,5 Juta per Bulannya (tergantung kondisi keuangan RS). Dan Radiografer Senior biasanya akan mendapat gaji/penghasilan sekitar 2,5 juta s/d 5 juta per bulan.

Itu juga masih ditambah dengan penghasilan lain seperti jasa medis, fee dari supplier alkes, limbah fixer, dll.

Bagi Radiografer senior yang mendapat tugas tambahan sebagai koordinator radiografer, juga diberi honor/insentif tambahan yang besarnya sesuai dengan kebijakan masing-masing RS.

Lain lagi jika radiografer bekerja di sebuah klinik. Biasanya gaji/penghasilan yang didapat akan lebih kecil dari Rumah Sakit. Biasanya radiografer yang bekerja di klinik adalah radiografer baru. Tetapi tidak menutup kemungkinan radiografer senior juga bekerja di klinik.

Ada juga klinik yang menerapkan sistem penggajian seperti RS, hal ini berlaku bagi klinik yang mempunyai pelayanan radiografi lengkap seperti konvensional, CT Scan, dll.

Sekarang tinggal calon radiografer yang memilih, kemana mereka akan bekerja. Dan hal tersebut pasti disesuaikan dengan kompetensi serta kesempatan yang dimiliki seseorang.

KOMPENSASI TUNJANGAN BAHAYA RADIASI (TBR) BAGI PETUGAS YANG BEKERJA DI MEDAN RADIASI

Tunjangan Bahaya Radiasi (TBR) dewasa ini menjadi berita hangat dikalangan petugas yang bekerja di medan radiasi, karena ada kemungkinan upaya kenaiakan bahkan sudah dalam peroses dan kekhususan tunjagan ini dari kompensasi bagi tenaga penunjang medis dan pekerja radiasi di rumah sakit atau Institusi yang mengunakan radiasi sebagai media untuk bekerja. Karna ruang lingkup KEPRES yang dianggap tidak menyeluruh hal ini terwujud hanya di Rumah Sakit atau fasilitas milik pemerintah (PNS), walaupun hal tersebut didukung oleh sebuah Keputusan Presiden RI dan dilanjutkan dengan dikeluarkanya SK Men.Kes. RI. masih banyak yang belum memberikan kompensasi tunjangan bahaya radiasi khususnya bagi pegawai swasta, BUMN dan Magang/Kontrak/Honorer Akan tetapi hal ini juga banyak di ikuti oleh sebagian Rumah Sakit Suwasta & klinik lainya di Indonesia yang mengerti akan Kepres dan SK tesebut, karena mereka menyadari akan pentingnya masalah ini dengan memberikan kompensasi efek radiasi terhadap petugas yang bekerja di medan radiasi. Kami sadar karena ini sebuah konsekuwensi logis yang harus di jalani sebagai tenaga kesehatan, akan tetapi hal ini mungkin tidak sebanding dari efek yang diterima sehingga harus ditinjau kembali untuk disesuaikan guna adanya peningkatan, apalagi jangka waktu efek stokastik radiasi yang timbul pada masa 2-30 tahun yang akan datang. Radiasi bisa menyebabkan efek yang sangat parah. Untuk itu jangan pernah mengabaikan efek paparan radiasi. Pancaran gelombangnya punya daya tembus besar hingga mencapai organ dalam dalam waktu yang singkat. Paparan radiasi bisa sangat berbahaya karena dapat mengangganggu proses normal sel. Hanya paparan dosis rendah yang oleh tubuh masih dapat digantikan sel-selnya. Sejarah mencatat efek radiasi paling besar adalah saat pesawat perang Amerika menjatuhkan bom nuklir di kota Hiroshima, Jepang pada 6 Agustus 1945. Saat itu diperkirakan 80.000 orang terbakar. Tapi dalam bulan-bulan berikutnya, ada 60.000 orang lainnya meninggal karena efek radiasi. Begitu juga dengan ledakan reaktor nuklir di Chornobyl, Ukraina pada April 1986. Saat kejadian hanya dua pekerja yang tewas. Tetapi pada hari-hari berikutnya, lebih dari 30 nyawa terkena paparan radiasi. Bahkan Badan Tenaga Atom Internasional Chornobyl mengatakan sedikitnya 4.000 orang meninggal atau akan meninggal terkena kanker akibat radiasi. WHO memperkirakan 9.000 orang terkena penyakit akibat ledakan tersebut. Seperti dikutip dari CBC, Senin (1/3/2010), semakin besar dosis paparan yang diterima seseorang, maka kemungkinannya untuk hidup akan semakin kecil. Penyebab kematian dalam banyak kasus adalah kerusakan sumsum tulang, yang menyebabkan infeksi dan pendarahan. Paparan radiasi ini bisa berasal dari makanan, air, sinar matahari, tembakau, televisi, sinar-X, detektor asap, material bangunan dan scanner tubuh di bandara. Dosis dari rongent sinar-X terlalu rendah untuk menyebabkan penyakit radiasi. Sedangkan dosis pengobatan kanker mungkin cukup tinggi untuk menyebabkan beberapa gejala penyakit radiasi. Emisi dari ponsel dan microwave juga rendah. Penyakit radiasi atau dikenal sebagai sindrom radiasi akut (acute radiation syndrome/ARS) terjadi setelah terkena paparan radiasi dalam jumlah banyak dan waktu yang singkat. Gejala awalnya seperti iritasi kulit, mual, muntah, deman tinggi, rambut rontok dan kulit terbakar. Gejala lainnya adalah diare, lemah, lelah, kehilangan nafsu makan, pingsan, dehidrasi, peradangan jaringan, perdarahan dari hidung, mulut, gusi atau dubur dan anemia. Orang yang terkena radiasi bisa mengalami ARS hanya bila terkena radiasi dosis tinggi. Gejala awal mulai terasa dalam hitungan menit atau hari setelah terkena paparan dan mungkin akan berkala. Tahap serius berlangsung beberapa jam atau beberapa bulan. Orang yang keracunan radiasi biasanya menunjukkan kerusakan pada kulit setelah beberapa jam terkena paparan. Kerusakannya seperti bengkak, gatal-gatal dan kulit kemerahan seperti tersengat matahari. Berikut tiga jenis radiasi pengion: 1. Radiasi sinar alpha Memiliki daya tembus paling kecil dan tidak berbahaya, kecuali jika tertelan. Partikel alpha diemisikan oleh inti radioaktif seperti uranium atau radium. Ketika terjadi peluruhan, inti melepaskan energi 2. Radiasi sinar beta. Dapat menembus kulit, menyebabkan kerusakan kulit dan kerusakan organ internal jika tertelan. Partikel beta memiliki energi yang besar, elektron dengan kecepatan tinggi atau positron yang diemisikan oleh inti radioaktif tertentu seperti potassium-40. 3. Radiasi sinar gamma Memiliki daya tembus sangat besar. Sinar gamma digambarkan sebagai cahaya dengan frekuensi dan energi tertinggi dalam spektrum elektromagnetik. Sinar gamma memiliki radiasi pengion berenergi tinggi sehingga menyebabkan kulit terbakar, melukai organ dalam dan menyebabkan efek jangka panjang. Pengobatan pada penyakit radiasi dirancang hanya untuk meringankan tanda-tanda dan gejalanya. Hal ini tidak dapat membalikkan efek paparan radiasi. Dokter mungkin menggunakan obat anti-mual dan obat penghilang rasa sakit untuk menghilangkan tanda-tanda dan gejala dan antibiotik untuk memerangi infeksi sekunder. Transfusi darah mungkin diperlukan untuk mengobati anemia. Pada hakekatnya respon tubuh terhadap Efek Biologi akibat radiasi α β µ ataupun radiasi lainnya berubah fungsi dan atau morfologi yang terdeteksi sebagai akibat pemberian dosis radiasi pada jangka waktu tertentu serta pancaran radiasi hambur yang terkena oleh petugas yang bekerja di medan radiasi yang akan mengakibatkan respon sel tubuh terhadap bahaya tersebut terjadi sebagai berikut: • Intersphase Death ( mati sebelum berkembang) Biasanya terjadi pada sel yang tidak mengalami pembelahan dan berumur panjang (sel matang), sel yang sedang membelah dengan cepat. Sehingga gejalanya timbul beberapa jam setelah diradiasi (tetapi khususnya terjadi setelah beberapa hari), dan ini terjadi karena perubahan biokimia sel. • Division Delay (telat perkembangan) Biasanya disebabkan oleh terjadinya peroses kimia tubuh oleh radiasi. Yang mengakibatkan protein untuk mitosis tidak disintesa oleh sel sehingga sintesa DNA tidak merata yang terjadi pada saat proses mitosis (pada tahap perkembangan ke2 à G2) dan mulai terjadi pada dosis rendah • Reproductive Failure Biasanya terjadi penurunan kemampuan sel untuk membelah diri dan pertambahan hidup. Akibatnya kondisi sel tersebut tidak mampu lagi membelah diri walaupun masih hidup. Mulai terjadi secara exponensial setelah dosis > 150 rad adan bisa dipengaruhi oleh nilai LED (Linier Energi Tranfer) Efek Biologi Radiasi A. Efek Somatik : Efek yang timbul pada indifidu yg terkena radiasi - Efek Somatik Stokastik : Peluang terjadi sebanding dengan dosis yang di terima tanpa ada ambang batas atau efek karsinogen - Efek Somatik Non-stokastik : Keparahan akibat radiasi bergantung besar dosis yg diterima; ada ambang batas karna dibawah dosis ambang gejala tidak + Timbul Lekemia masa laten 2–25 th + Ca Thyroid masa laten 10–30th B. Genetik : Keturunan orang yg terkena radiasi (kerusakan kromosom gen) C. Teratogenik : Cacat bawaan / kematian karena janin terkena radiasi BESAR DOSIS DAN SAAT TIMBULNYA GEJALA KLINIS DOSIS GEJALA SAAT TIMBULNYA 3 – 10 Gy Erythema (kulit kemerahan) 14 –21 hari > 3 Gy Epilapsi (rambut rontok) 14 – 18 hari 8 – 12 Gy Radang kulit kering (terkelupas, rasa raba hilang) 25 – 30 hari 15 – 20 Gy Radang kulit basah (tukak) 20 – 28 hari 15 – 25 Gy Pemnbentukan gelembung berisi cairan 15 – 25 hari > 20 Gy Pembentukan tukak 14 – 21 hari > 25 Gy Nekrosis (kematian jaringan) > 21 hari SINDROMA RADIASI AKUT DOSIS GEJALA SAAT TIMBUL PELUANG HIDUP < 1 Gy Infra klinik x x 1 – 2 Gy Ringan dan Tak Khas: Mual,Lelah,Muntah, Sakit Kepala 3 - 6 jam Besar 2 – 6 Gy Ganguan / Kerusakan Organ Pembuat darah 2 - 6 minggu (Anemia, Infeksi,Perdarahan) Sedang/Kecil 7 - 10 Gy Gangguan / Kerusakan Saluran Pencernaan 1 - 2 minggu (Diare, Muntah-muntah, Muntah Darah) Kecil sekali > 20 Gy Gangguan / Kerusakan Susunan Syaraf Beberapa jam / hari (Kejang, Mengigau, Disorientasi, Koma) Praktis tidak ada Jika terjadi kecelakaan dimana definisi kecelakaan adalah Suatu kejadian yang tidak direncanakan termasuk kesalahan operasi, kerusakan ataupun kegagalan fungsi alat atau kejadian lain yang menjurus timbulnya dampak radiasi, kondisi paparan radiasi dan atau kontamisasi yang melampaui batas keselamatan. Maka kita sebagai petugas yang bekerja di medan radiasi yang melaksanakan tugas tersebut akan dirugikan yang mungkinkan menimbulkan Efek Biologi akibat radiasi α β µ ataupun radiasi lainnya. Potensi Bahaya Kesehatan dan Dampaknya : 1. Faktor mesin : cedera, trauma, cacat 2. Fisiologik : gangguan muskuloskeletal, low back pain, kecelakaan (fatique). 3. Fisik : gangguan neuro vaskular, hearing loss efek radiasi. 4. Kimia : intoksikasi, alergi, kanker. 5. Biologik : infeksi, alergi. 6. Psikologik : stress, dipresi 7. Psikososial : konflik, persaingan negative Nilai Batas Dosis (NBD) : Dosis terbesar yang diizinkan oleh Badan Pengawas yang dapat diterima oleh pekerja radiasi dan anggota masyarakat dalam jangka waktu tertentu tanpa menimbulkan efek genetic dan somatic yang berarti (fatal) akibat pemanfataan tenaga nuklir. Jenis penyinaran Maksimal 1. Seluruh tubuh/thn 50mSv (5rem) 2. Abdomen wanita usia subur/mg 13mSv 3. Wanita hamil/thn 10mSv 4. NBD penyinaran lokal - Dosis Efektif / tahun 50mSv - Dosis rata-rata tidak lebih 500 mSv - Lensa mata / thn 150mSv - Kulit, ekstremitas / thn 500mSv 5. Penyinaran khusus direncanakan 2 NBD - Seumur hidup 5 NBD * Mendapat izin dari PIA; * 1 thn sebelumnya tdk pernah menerima 1 NBD; * Tdk utk wanita subur dan menolak. 6. Masyarakat umum, • Seluruh tubuh/thn 1/10 NBD • Lokal/thn 50mSv. 7. Anggota masyarakat secara keseluruhan: Protection International Agency menjamin serendah mungkin, memperhatikan dosis genetik; 8. Dosis maksimum bagi magang/siswa: • 18 thn+: < NBD pekerja radiasi/thn; • 16-18 thn: < 0,3 NBD pekerja radiasi/thn; • <16 thn: < 0,1 NBD masy. umum/thn dan < 0,01 NBD masy.umum/penyinaran. Kep No. 01 rev.1/Ka-BAPETEN/III-01: • Penerimaan dosis yg tidak boleh dilampaui per thn • Tidak bergantung laju dosis, interna / eksterna; • Tidak termasuk penyinaran medis & alami; • Pekerja radiasi tidak boleh berusia < 18 thn. • Pekerja wanita dalam masa menyusui tidak diizinkan bertugas di daerah radiasi dg risiko kontaminasi tinggi. KETENTUAN NBD (Keputusan Ka Bapeten No. 01/Ka-BAPETEN/V-99) Penyakit Akibat Radisi 1. Radiodismatitis • Peradangan kulit akibat penyinaran local dosis tinggi ( diatas 30 sv) • Kemerahan pada kulit, masa tenang 3 minggu 2. Katarak • Kerusakan mata disis diatas 5 sv • Masa tenang 5-10 tahun 3. Sterilitas • Penyinaran pada kanntung kelamin 0,15 sv • Pengurangan kesuburan= kemandulan 4. Sindroma radiasi akut • Penyinaran seluruh tubuh (>1gy) sekaligus.laju dosis dandaya tembus besar. • Mual, muntah,demam,rasa lelah,sakit kepala,diare diikuti masa tenang 2-3 minggu • Nyeri perut, diare, pendarahan, anemia, infeksi kematian. Dengan terjadinya efek nonstokastik yang membahayakan maka petugas yang bekerja di medan radiasi perlu memahami prinsip-prinsip proteksi radiasi sehingga membatasi akan kemungkinan terjadinya infeksi dan efek stokastik sampai pada nilai batas yang diterima. Sehingga kita yakin bahwa pekerjaan atau kegiatan yang berkaitan dengan medis dan penyinaran radiasi dapat dibenarkan. Hak dan Kewajiban Pekerja 1. Mempunyai hak mendapatkan informasi bahaya dan risiko dari pekerjaannya. 2. Mendapatkan pelatihan. 3. Mendapatkan perlindungan asuransi, termasuk penyediaan APD. 4. Mendapatkan konsultasi terhadap bahaya. (Konvensi ILO di bidang K3) Dari kemungkina gejala yang akan timbul dan terjadi sebagai bagian dari resiko pekerja dan kompensasi yang yang seharusnya di diterima karena hal ini memungkinkan menimbulkan Efek Biologi akibat radiasi α β µ ataupun radiasi lainnya. Maka tentula petugas yang bekerja di medan radiasi harus waspada dan pastinya berharap akan akan menuntut tunjangan bahaya Radiasi (TBR) bagi tenaga kesehatan sebagai salah satu kopensasi dari bahaya yang disesuaikan akibat efek tersebut. Hasbunallah wani’mal wakil ni’mal maula wani’mannasir, waspadalah...waspadalah...Semoga Allah SWT melindungi dan memberi keselamatan bagi kita semua dalam bekerja. Amien
 referensi :
http://trcofindonesia.blogspot.com/